A. Latar Belakang Masalah
Menurut UU No. 14 Tahun 2005 Guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama yaitu mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal. Pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Dengan demikian jelaslah bahwa sebagai tenaga professional guru
diharuskan untuk memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas
pendidik dan pengajarannya. [1]
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. [2]
Akhir-akhir ini banyak sekali terjadi bentrokan antar
siswa, baik siswa sekolah menengah pertama maupun siswa sekolah menengah atas.
Bentrokan itu terjadi karena masalah sepele yang dihadapi antar sekolah satu
dengan yang lainnya, yang pada dasarnya masalah tesebut sudah ada sejak dahulu
dan masih tetap berlangsung hingga sekarang. Oleh karena itu dalam hal ini guru
adalah sosok terpenting yang patut ditiru oleh peserta didiknya, jika guru
tersebut berperilaku baik, maka peserta didiknyapun juga akan baik. Jadi
tingkah laku murid salah satunya berpusat pada siapa gurunya.
Begitupula dengan guru bimbingan dan konseling, di
dalam sekolah Keberadaan bimbingan dan konseling dalam system pendidikan
memerlukan berbagai upaya untuk tercapainya perkembangan yang optimal dari
setiap siswa, hal ini juga berlaku di MAN 1 Bondowoso. Karena dari pihak
sekolah sendiri menganggap bahwa penting adanya suatu wadah yang bisa membantu
siswa ketika mempunyai suatu masalah, baik masalah didalam sekolah maupun
diluar sekolah.
MAN 1 Bondowoso ini
merupakan salah satu sekolah tingkat SLTA yang sangat digemari siswa (sekolah
tervaforit). Jika dilihat dari Madrasah Aliyah Negeri Bondowoso
terletak diwilayah yang strategis, berada ditengah-tengah kota Bondowoso,
sehingga memudahkan siswa untuk mengakses pendidikan-pendidikan lain yang dibutuhkannya.
Di sekolah ini antara
murid laki-laki dan perempuan kelasnya dibedakan, alasannya yakni untuk
menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
Di MAN 1 Bondowoso ini juga disediakan pondok
pesantren yang tempatnya
tidak jauh dengan sekolah. Yang mana diharapkan siswa selain
mendapatkan materi-materi umum juga mendapatkan materi-materi tentang agama,
selain itu setiap harinya guru-guru di Man1 Bondowoso juga membiasakan kepada
siswanya untuk selalu sopan baik kepada gurunya maupun teman-teman yang
lainnya, seperti mengucapkan salam ketika bertemu, berjabat tangan, selalu
menampakkan wajah senyum dan membiasakan perilaku-perilaku baik. Inilah salah
satu cara untuk mencegah adanya tawuran antar siswa.
Dengan kondisi religious dan
akademik di lingkungan
sekitar madrasah tersebut, diharapkan lulusan MAN 1
Bondowoso sudah siap untuk melanjutkan ke perguruan tinggi atau mengamalkan
keilmuannya di masyarakat dengan penuh keberanian dan tanpa rasa takut.
Disinilah bagaimana sekolah sangat berperan penting dalam membentuk kepribadian
setiap siswa untuk menjadi orang yang tegas, bijaksana, mandiri, dan memiliki
keberanian dalam berbuat baik, melalui adanya program bimbingan dan konseling
di sekolah.
Dalam buku yang ditulis oleh djumhur mengenai
bimbingan dan konseling di sekolah menyebutkan bahwasannya: “apabila kepala
sekolah merupakan kunci dalam organisasi program bimbingan dan konseling di
sekolah, maka guru khususnya guru pendidikan agama islam termasuk juga wali
kelas adalah tokoh kunci utama dalam kegiatan-kegiatan bimbingan yang dilakukan
di kelas.”[3]
Ketika peneliti melakukan penelitian ada sedikit
keganjalan dalam proses bimbingan dan konseling, dalam hal ini seorang guru
pendidikan agama yang posisinya juga sangatlah penting dalam menangani
kasus-kasus disekolah, kurang berpartisipasi. Padahal pada dasarnya guru
pendidikan agamalah yang mengerti mengenai kasus-kasus yang dihadapi peserta
didik, khususnya dalam penyalah gunaan agama baik di rumah, sekolah maupun
masyarakat.
Melihat wacana tersebut peneliti merasa tertarik
untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang diperlukannya profesionalisme guru
pendidikan agama dalam menangani kasus-kasus yang sedang terjadi dikalangan
remaja, khususnya kasus yang berkenaan tentang agama di SMA sederajat. Oleh
karena itu penulis mengajukan judul yang berkaitan dengan wacana tersebut “PENGARUH PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
BIMBINGAN DAN KONSELING DI MAN 1 BONDOWOSO”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan dan konseling di MAN 1 Bondowoso?
2.
Bagaimana peranan guru pendidikan agama
islam dalam program (pelaksanaan) bimbingan dan konseling di MAN 1 Bondowoso?
3.
Adakah pengaruh antara profesionalisme
guru pendidikan agama islam terhadap efektivitas pelaksanaan bimbingan dan
konseling di MAN 1 Bondowoso?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan
masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk
mendeskripsikan proses pelaksanaan bimbingan dan konseling di MAN 1 Bondowoso
2. Untuk
mendeskripsikan peran guru pendidikan agama islam dalam pelaksanaan bimbingan
dan konseling di MAN 1 Bondowoso
3. Untuk
menganalisis pengaruh profesionalisme guru pendidikan agama islam terhadap
bimbingan dan konseling di MAN 1 Bondowoso.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada lembaga pendidikan. Adapun secara
detail, kegunaan penelitian ini yaitu:
1.
Bagi Lembaga (MAN 1 Bondowoso dan
lembaga pendidikan lainnya).
Sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil kebijakan untuk mengantisipasi adanya kenakalan anak remaja yang
sering terjadi baik di dalam sekolah maupun diluar sekolah.
2.
Bagi Pembaca
3.
Bagi Peneliti
Manfaat bagi peneliti yaitu dapat
memberikan pengetahuan kepada peneliti bahwasannya peran atau profesionalisme
seorang guru pendidikan agama itu sangantlah penting terhadap keefektifan atau
proses bimbingan dan konseling di sekolah, khususnya di Madrasah Aliyah Negeri 1
Bondowoso.
E. Ruang Lingkup Pembahasan
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam pembahasan
proposal ini, karena mengingat keterbatasan waktu, dana, tenaga serta pengalama
(stock of knowledge) yang berbeda, maka disini peneliti hanya membahas mengenai
bagaimana struktur proses pelaksanaan Bimbingan Konseling, Peranan guru agama
dalam program bimbingan dan konseling dan Pengaruhnya terhadap pelaksanaan
Bimbingan Konseling di Sekolah yakni di MAN 1 Bondowoso.
F. Kajian Teori
1)
Profesionalisme
Guru
1.
Pengertian
profesionalisme Guru
Kata “profesional”
berasal dari kata sifat yang berarti pencahariaan dan sebagai kata benda yang
berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim dan
sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan
yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan
bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh
pekerjaan lain. (Dr. Nana Sudjana, 1988).
2.
Kompetensi
Guru
Menurut kamus bahasa
Indonesia (WJS. Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk
menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi
(Competency) yakni kemampuan atau kecakapan.
Menurut Balnadi
Sutadipura kompetensi yang harus dimiliki oleh guru mulai dari tingkat pra
sekolah, tingkat dasar, dan tingkat menengah dapat dikategorikan kepada dua
kategori; kompetensi umum dan kompetensi khusus. Kompetensi umum adalah
kemampuan dan keahlian yang harus dimiliki oleh semua guru pada tiap jenjang
pendidikan. Misalnya, menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan.
Sedangkan kompetensi khusus adalah kemampuan dan keahlian yang harus dimiliki
secara khusus oleh tenaga pendidik tertentu sesuai dengan jenjang dan jenis
pendidikan yang ditekuni. Misalnya, menceritakan dongeng adalah kompetensi
khusus yang harus dikuasai oleh tenaga pendidik di tingkat Taman Kanak-Kanak
saja.
Dalam UU No. 14 Tahun
2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat (10) dinyatakan secara tegas bahwa
“kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan”.
Kompetensi professional
merupakan kemampuan dasar tenaga pendidik. Ia akan disebut professional, jika
ia mampu menguasai keahlian dan keterampilan teoritik dan praktik dalam proses
pembelajaran. Kompetensi ini cenderung pada kompetensi teoritik dan praktik
lapangan. Secara rinci, kemampuan professional dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Menguasai
materi, struktur, konsep dan pola piker keilmuan yang sesuai dan mendukung
bidang keahlian atau bidang studi yang diampu
b. Memanfaatkan
teknologi informasi dan teknologi (TIK) untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran sesuai bidang studi yang diampu.
3.
Usaha-Usaha
Peningkatan Profesionalisme Guru
Dengan semaki
berkembangnya zaman, sehingga perlu kiranya pendidikan di Indonesia ini juga
ditingkatkan, baik itu dari segi saran dan prasarana, pemberdayaan SDM (guru
dan siswa) dan sebagainya. Dalam rangka mewujudkan fungsi idealnya untuk
peningkatan kualitas SDM tersebut, system pendidikan khususnya pendidikan Islam
harus senantiasa mengorientasikan diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan
yang muncul dalam masyarakat kita sebagai konsekuensi yang logis dari adanya
suatu perubahan.
Pendidikan Islam, dalam
berbagai tingkatannya, mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem pendidikan
nasional sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 paal 31 ayat 3
yang berbunyi: “pemerintah megusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dengan undang-undang”. [4]
Dengan undang-undang
ini, posisi pendidikan Islam sebagai sub-sistem pendidika nasional menjadi
semakin mantap. Pendidika Islam, baik pada sekolah-sekolah dan perguruan tiggi
umum, maupun pada sekolah-sekolah keagamaan (madrasah) dan perguruan tinggi
agama Islam telah semakin kokoh sebagai bagian integral dari pendidikan
nasional. Hal ini juga dijelaskan dalam SISDIKNAS pasal 30 ayat 1-4, yaitu:
Ayat 1:
“pendidikan keagamaan diseleggarakan oleh pemerintah dan kelompok
masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan”
Ayat 2:
“pendidikan
keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/ atau menjadi ahli
ilmu agama”.
Ayat 3:
“pendidikan
keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal dan
informal”.
Ayat 4:
“pendidika
keagamaan berbentuk ajaran diniyah, peantren, pasraman, pubhaja samanera, dan
bentuk lain yang sejenisnya”.[5]
2)
Bimbingan
dan Konseling di Sekolah
1.
Pengertian
Bimbingan Konseling di Sekolah
Pelayanan konseling di
sekolah/madrasah merupakan usaha membantu peserta didik dalam pengembangan
kehidupan pribdi, social, kegiatan belajar serta perencanaan dan pengembangan
karir. Pelayanan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik secara
individual, kelompok dan klasikal sesuai dengan kebutuhan potensi, bakat,
minat, perkembangan, kondisi serta peluang-peluang yang dimiliki.[6]
2.
Tujuan
Bimbingan konseling di sekolah menengah
Adapun
tujuan Bimbingan Konseling sekolah menengah menurut kurikulum 1975 sebagai
berikut:
1. Secara
umum bimbingan di sekolah bertujuan agar setelah mendapat pelayanan bimbingan
siswa dapat:
a. Mengembangkan
pemahaman dan pengertian diri dalam kemajuannya disekolah
b. Mengembangkan
dunia kerja, kesempatan kerja, serta rasa tanggung jawab dalam kesempatan
memilih kesempatan kerja tertentu yang sesuai dengan tingkat pendidikan yang
disyaratkan
c. Mewujudkan
penghargaan terhadap kepentingan dan harga diri orang lain
2. Secara
khusus bimbingan di sekolah menengah atas bertujuan agar setelah mendapat
bimbingan siswa dapat mempergunakan kemampuannya untuk:
a.
Mengatasi kesulitan dalam memhami
dirinya sendiri
b.
Mengatasi kesulitan dalam memahami
lingkungannya yang meliputi sekolah, keluarga, dan kehidupan masyarakat yang
lebih luas
c.
Mengatasi kesulitan dalam
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapinya
d.
Mengatasi kesulitan dalam menyalurkan
kemampuan, minat dan bakatnya dalam bidang pendidikan dan juga pekerjaan.
3.
Fungsi
Bimbingan Konseling di Sekolah
Fungsi adanya bimbingan
konseling disekolah adalah untuk membantu kepala sekolah beserta stafnya di
dalam menyelenggarakan kesejahteraan sekolah (schoolwelfare). Sehubungan dengan
ini, maka seorang pembimbing mempunyai tugas-tugastertentu yaitu:
a. Mengadakan
penelitian ataupun observasi terhadap situasi atau keadaan sekolah, baik
mengenai sarana dan prasarana maupun aktivitas-aktivitas yang lain
b. Pembimbing
berkewajiban memberikan saran-saran atau pendapat-pendapat kepada kepala
sekolah ataupun staf pengajar yang lain demi kelancaran dan kebaikan disekolah
c. Menyelenggarakan
bimbingan terhadapanak yang bersifat preventif, preservativemaupun yang
bersifat korektif atau kuratif.[7]
Selain itu fungsi
bimbingan dan konseling di sekolah juga meliputi:
a. Fungsi
perkembangan, yaitu fungsi bimbingan konseling yang sifatnya lebih proaktif
dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya mencitakan lingkungan
belajar yang kondusif yang memfasilitasi perkembangan konseli.
b. Fungsi
penyalran: fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih
kegiatan ekstrakulikuler, jurusan atau program studi dan memntapkan penguasaan
karir. Dalam melaksanakan fungsi ini konselor perlu bekerja sama dengan
pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
c. Fungsi
perbaikan: untuk membantu konseli sehingga dapat memerbaiki kekeliruan dalam
berfikir, bererasaan dan bertindak .dalam hal ini konselor melakukan intervensi
(memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola fikir yang sehat,
rasional, dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat menghantarkan mereka
kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.[8]
4.
Prinsip-prinsip
bimbingan konseling
Yang dimaksud
prinsip-prinsip disini adalah hal-hal yang dapat menjadi pegangan di dalam
proses bimbingan konseling, seperti halnya dalam memberikan definisiatau
pengertian mengenai bimbingan dan konseling, maka dalam mengemukakan prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling ini masing-masing ahli mempunyai sudut pandang yang
berbeda-beda dalam menentukan titik berat permasalahannya. Siti rahayu haditono
dalam bukunya mengemukakan bebrapa prinsip bimbingan sebagai berikut:
a. Bimbingan
dan konseling dimaksudkan untuk anak-anak, orang dewasa dan orang-orang yang
sudah tua
b. Tiap
aspek pada kepribadian seseorang menentukan tingkah laku orang tersebut.
Sehingga usaha bimbingan yang bertujuan untuk memajukan penyesuaian individu,
harus berusaha pula memajukan individu itu dalam semua aspek-aspek tadi.
c. Usaha-usaha
dan prinsip-prinsipnya harus menyeluruh kepada semua orang, karena semua orang
tentu mempunyai masalah-masalahnya yang butuh pertolongan
d. Sebaiknya
semua usaha pendidikan adalah bimbingan, sehingga alat-alat dan tekhnik
mengajar juga sebaiknya mengandung suatu bimbingan
e. Dalam
memberikan bimbingan harus ingat bahwa semua orang meskipun dalam kebanyakannya
memiliki sifat-sifat yang sama, namun mempunyai perbedaan-perbedaan individual
dan perbeaan individual inilah yang harus kita perhatikan. [9]
5.
Peranan
agama dalam bimbingan konseling
Dalam
konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan erilaku yang sangat
diistimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi irinya, sehingga
menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia di
sisi Allah swt. Hal ini di perkuat dalam Al-Quran surat Al-Mujadalah ayat 11
yang berbunyi:
$pkš‰r'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä#sŒÎ)Ÿ@ŠÏ%öNä3s9(#qßs¡¡xÿs?†ÎûħÎ=»yfyJø9$#(#qßs|¡øù$$sùËx|¡øÿtƒª!$#öNä3s9(#sŒÎ)urŸ@ŠÏ%(#râ“à±S$#(#râ“à±S$$sùÆìsùötƒª!$#tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäöNä3ZÏBtûïÏ%©!$#ur(#qè?ré&zOù=Ïèø9$#;M»y_u‘yŠ4ª!$#ur$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?׎Î7yzÇÊÊÈ
Artinya: Hai orang-orang beriman
apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis",
Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.[10]
Manusia juga diharapkan
saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu
sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakkal dalam
menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.
ÎŽóÇyèø9$#urÇÊȨbÎ)z`»|¡SM}$#’Å"s9AŽô£äzÇËÈžwÎ)tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qè=ÏJtãurÏM»ysÎ=»¢Á9$#(#öq|¹#uqs?urÈd,ysø9$$Î/(#öq|¹#uqs?urÎŽö9¢Á9$$Î/ÇÌÈ
Artinya: demi masa. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.(Al-Ashr (103): 1-3).
Ayat ini menunjukkan agar
manusia selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dengan kata lain
membimbing kearah mana seseorang itu akan menjadi baik atau buruk.Proses
pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan”
dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad Saw, menyuruh manusia muslim untuk
menyebarkan atau menyampaikan ajaran agama Islam yang diketahuinya, walaupun
satu ayat saja yang dipahaminya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nasihat
agama itu ibarat bimbingan (guidance)
dalam pandangan psikologi.
Selain
ayat di atas,terdapat pula ayat lain yang mendukungpernyataan di atas yakni QS.
As-Syu’ara: 214
ö‘É‹Rr&ury7s?uŽÏ±tãšúüÎ/tø%F{$#ÇËÊÍÈ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”
“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah budi
pekertinya”. (HR.
Ibnu Majah)[11]
G. Hipotesis
Hipotesis
adalah ramalan peneliti tentang hasil penelitian (Ary, 1982: 137). Dalam
merumuskan hipotesis dikenal dua macam cara yakni hipotesis nol (Ho) dan
hipotesis alternatif (H1). Hipotesis nol (Ho) adalah suatu hipotesis yang
menyatakan tidak adanya pengaruh antara variable yang dipermasalahkan
keterhubungannya (pengaruh antara variable itu = 0). Biasanya hipotesis ini
diungkapkan dengan pernyataan tidak ada perbedaan atau tidak ada pengaruh. Jadi
merupakan sangkalan terhadap apa yang diharapkan atau dikira-kira oleh
peneliti.[12]
Sedangkan
hipotesis alternative (H1) adalah kebalikan dari hipotesis nol yang menyatakan
adanya pengaruh antara variable yang dipermasalahkan. Dugaan sementara peneliti
dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di MAN 1 Bondowoso ini peran seorang
guru pendidikan agama islam sangatlah penting dalam menyikapi beberapa perilaku
yang tidak diperbolehkan didalam agama. Jadi dalam penelitian ini peneliti
menduga terdapat Pengaruh Antara Profesionalisme Seorang Guru Pendidikan Agama
Islam Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Di MAN 1
Bondowoso.
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang
bimbingan Konseling (BK) sebelumya telah pernah dibahas dalam skripsi
penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan oleh Puji
Maulana mahasiswa STAIN Jember Program studi Pedidikan Agama Islam (PAI) yang
berjudul “Peranan Bimbigan Konseling (BK) dalam menanggulangi kesulitan belajar
siswa di Madrasah Aliyah Negeri Jember 3 tahun pelajaran 2009/2010”. Dalam
penelitian tersebut kesimpulan secara umum yang dapat diambil bahwa peranan
Bimbingan Konseling (BK) dalam menanggulangi kesulitan belajar siswa di
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Jember 3 tahun elajaran 2009/2010 sudah berjalan
cukup baik, hal ini terlihat dari proses pelayanan Bimbingan Konseling (BK)
dalam bentuk layanan pembelajaran atau bisa dikatakan Bimbingan Konseling (BK)
terpadu yang pelaksanaannya selalu berkoordinasi dengan wali kelas, guru mata
pelajaran, wali murid, kepala sekolah dan sekaligus guru keagamaan.
Sedangkan dalam penelitian
lain yang dilakukan oleh Muhammad Mariyono Lutfi dalam skripsinya dengan
pendekatan kuantitatif yang berjudul “Pengaruh Bimbingan dan Konseling terhadap
aktifitas belajar siswa di SLTP Negeri 2 Silo, Jember tahun 2003/2004”. Adapun
kesimpulan dari penelitian ini menujukkan bahwa ada pengaruh Bimbingan
Konseling (BK) terhadap aktifitas belajar siswa di SLTP Negeri 2 Silo, Jember
tahun 2003/2004 dengan tingkat pengaruhyang sedang.
Dengan adanya hasil
dari penelitian terdahulu yang telah disebutkan, peneliti tertarik untuk
melanjutkan dan mengembangkan penelitian tersebut. Maka dari itu peneliti akan
melakukan penelitian sebagai tahap awal pembelajaran bagi peneliti dengan judul
“Pengaruh Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Terhadap Pelaksanaan
Bimbingan Konseling di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Bondowoso tahun ajaran
2012/2013”. Judul yang penulis angkat disini berbeda dengan judul skripsi
sebelumya karena pembahasan dalam skripsi ini akan lebih mengerucut pada
pengaruh profesionalisme guru, khususnya guru PAI dalam program pelaksanaan
bimbingan konseling di sekolah.
I.
Metode
Penelitian
a)
Lokasi
Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di MAN 1 Bondowoso yakni, Jl. Khairil Anwar No. 278 Bondowoso 68214
Jawa Timur.
b)
Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan peneliti adalah pendekatan
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah
pendekatan ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena-fenomena
serta hubungan-hubunganya.
Pendekatan
kuantitatif sering disebut sebagai pendekatan tradisional, karena pendekatan
ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode atau
pendekatan untuk penelitian. Data penelitian kuntitatif berupa angka-angka dan
dianalisis dengan menggunakan statistik.[13]
Jenis
penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey
dengan mengumpulkan data dari responden yang bersangkutan. Hal ini sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh Sugiyono bahwa “metode survey digunakan untuk
mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi
penelii melakukan perlakuaan secara langsung dalam pengumpulan data, misalnya
dengan mengedarkan koesioner, test dan wawancara.” [14]
c)
Data
dan Sumber Data
Sumber data
dalam penelitian kuantitatif ini adalah berupa data primer dan sekunder. Data
primer diambil berdasarkanhasil
pengumpulandata melalui angket yang dibagikan kepada responden secara
langsung. Sedangkan data sekunder didapatkan melalui data-data dari wawancara,
observasi dan dokumentasi seperti sejarah, visi dan misi sekolah, kurikulum,
dan lain sebagainya.
d)
Populasi
dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.[15]
Penetapan populasi pada
penelitian ini diambil
dari seluruh guru pendidikan
agama islam di MAN 1 Bondoowoso tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah ± 10 orang
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010: 81). Menurut arikunto (2006:131)
“sampel adalah sebagian atau wakil poulasi yag diteliti”. Sedangkan menurut Azwar (2004: 79) “sampel adalah
sebagian dari populasi”.
Bila populasi besar, dan peneliti
tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel
yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu diambil
dari populasi itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi.
Untuk itu sampel yang diambil dari
populasi harus betul-betul representatif (mewakili).[16]
Untuk sekedar ancer-ancer, apabila
subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara
10-15% atau 20-25% atau lebih.
Kebanyakan peneliti beranggapan
bahwa semakin banyak sampel, atau semakin besar persentase sampel dari
populasi, hasil penelitian akan semakin baik. Anggapan ini benar, tetapi tidak
selalu demikian. Hal ini tergantung dari sifat-sifat atau ciri-ciri yang
dikandung oleh subjek penelitian dalam populasi. Selanjutnya sifat-sifat atau
ciri-ciri tersebut bertalian erat dengan homogenitas subjek dalam populasi.[17]
e)
Instrumen
Penelitian
Pada prinsipnya
meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. Oleh
karena itu, harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya
dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen
penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam
ataupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut
variabel penelitian. Dalam mendukung proses pengumpulan data dan memperoleh
data yang diinginkan, peneliti menggunakan instrument berupa angket atau
kuesioner. Butir-butir pertanyaan atau
pernyataan dalam angket dikembangkan
berdasar atas teori yang relevan dengan masing-masing variabel penelitian.[18]
Pertanyaanatau pernyataan dalam angket diukur dengan menggunakan
skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Terdapat dua puluh pernyataan dengan lima pilihan jawaban yang digunakan untuk
mengungkap tingkat keberanian siswa dalam belajar dan pengaruh pembelajaran
khitobah. Semua pernyataan diungkapkan
dalam kalimat positif.
Table 1.1
Kisi-kisi Instrumen Yang Diperlukan Untuk Mengukur
Pengaruh Profesionalisme Guru PAI Terhadap Pelaksanaan Bimbingan Konseling Di
Sekolah
Variabel penelitian
|
Indikator
|
Pentingnya guru Pendidikan Agama Islam yang
professional dalam menangani
proses
pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah
|
1.
2.
3.
|
Pengaruhya
terhadap pelaksanaan bimbingan konseling dan outputnya.
|
1.
2.
3.
|
f)
Teknik
Pengumpulan Data
Berbicara tentang jenis-jenis metode pengumpulan
data sebenarnya tidak ubahnya dengan berbicara masalah evaluasi. Mengevaluasi
tidak lain adalah memperoleh data tentang status sesuatu dibandingkan dengan
standar atau ukuran yang telah ditentukan, karena mengevaluasi adalah juga
mengadakan pengukuran. Metode pengumpulan data yang akan digunakan oleh
peneliti adalah sebagai berikut:
a.
Angket
atau kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.[19]Beberapa alasan yang mendasari dipilihnya angket sebagai
metode pengumpulan data diantaranya:
1) Tidak memerlukan hadirnya peneliti.
2) Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden.
3) Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing,
dan menurut waktu senggang responden.
4) Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur dan tidak
malu-malu menjawab.
5) Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden dapat diberi
pertanyaan yang benar-benar sama.
Kuesioner dalam penelitian ini mencakup kuesioner
variabel bebas yaitu profesionalisme guru PAI dan variabel
terikat yaitu proses pelaksanaan bimbingan konseling
di sekolah yang keduanya akan diisi oleh
guru PAI, guru Bimbingan konseling (BK) dan beberapa siswa di MAN 1
Bondowoso yang telah ditetapkan sebagai sampel penelitian sekaligus sebagai
responden.
b.
Interview
(wawancara)
Interview yang sering juga disebut dengan wawancara
atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer)
untuk memperoleh informasi dari terwawancara[20].
Ditinjau dari pelaksanaannya, maka dibedakan atas:
1) Interview
bebas, di mana pewawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi juga mengingat
akan data apa yang akan dikumpulkan.
2) Interview
terpimpin, yaitu interview yang dilakukan oleh pewawancara dengan membawa
sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci seperti yang dimaksud dalam
interview terstruktur.
3) Interview
bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara interview bebas dan interview
terpimpin.
Adapun wawancara
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin yaitu
dalam melaksanakan interview, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan
garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.
c.
Observasi
Observasi seringkali mengartikan observasi sebagai
suatu aktiva yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata.
Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan
pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indra. Jadi, mengobservasi dapat dilakukan melalui
penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap. Apa yang dikatakan
ini sebenarnya adalah pengamatan langsung. Di dalam artian penelitian observasi
dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara. Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
observasi langsung. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui proses pelaksanaan bimbingan dan konseling yang diikuti oleh siswa.
d.
Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya
barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.[21]
Adapun
data yang dimaksud adalah sejarah sekolah, visi dan misi sekolah, struktur
kurikulum, struktur penanganan bimbingan dan konseling, visi dan misi bimbingan
konseling.
g)
Analisis
Data
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data
merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain
terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan
variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari
seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan
perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk
menguji hipotesis yang telah diajukan.[22]
Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk
menganalisis data adalah statistik inferensial. Karena digunakan untuk
menganalisis data sampel dan hasilnya (kesimpulan) diberlakukan untuk populasi.
Dalam statistik inferensial ini, menggunakan statistik parametrik. Karena
statistik parametrik digunakan untuk menguji ukuran populasi melalui data
sampel. Dan juga karena hipotesis yang diajukan adalah hipotesis
asosiatif/hubungan, serta data yang nantinya terkumpul yaitu berbentuk interval
atau ratio. Dalam analisis data, dilakukan pengujian validitas dan realibiltas instrumen.
a.
Uji Validitas
Validitas ialah mengukur apa yang ingin diukur. Sebuah validitas
dikatakan valid apabila
hasil penelitian terdapat kesamaan
data yang terkumpul
dengan data sesungguhnya terjadi pada objek yang
diteliti.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan validitas
konstruk (construct validity) yaitu validitas yang mengacu pada
konsistensi dari semua komponen kerangka konsep. Untuk mengujitingkat validitas instrumen penelitiannya, maka
digunakan teknik korelasiproduct moment pearson dengan rumus :
Keterangan:
rXY = Koefisien product moment
(korelasi antara X dan Y)
N =
Jumlah
X2 = Jumlah kuadrat skor item
Y2 = Jumlah kuadrat skor total
Perhitungan
validitas dilakukan dengan
bantuan komputer yaitu program SPSS (statistical package
for social solution) versi 16.0 for windows. Jika hasil korelasi
item dengan total item didapatkan
probabilitas (P) < 0,05 berarti signifikan,
maka item tersebut dinyatakan valid,
sebaliknya jika (P) >0,05 berarti tidak signifikan, yang berarti bahwa item tersebut tidak valid.
b. Uji
Reliabilitas
Reliabilitas adalah mengukur instrumen terhadap
ketepatan (konsisten). Realibilitas disebut juga keterandalan, keajegan, consistency,
stability atau dependability. Data yang
reliabel adalah data
yang dihasilkan dapat
dipercaya dan diandalkan. Apabila datanya
memang benar-benar sesuai
dengan kenyataannya, maka berapa
kali pun diambil, tetap akan sama.Perhitungannya dilakukan dengan bantuan
komputer yaitu program SPSS (statistical package for social solution) versi
16.0 for windows.
Tes realibilitas untuk skala Likert paling
sering menggunakan analisis item, yaitu untuk masing-masing skor item tertentu
dikorelasikan dengan skor totalnya. Untuk r yang kurang dari 0,80 dinyatakan
gugur (tidak realibel).
Keterangan
:
k = jumlah item
c. Uji
Regresi Linier Sederhana
Istilah regresi digunakan dalam mengembangkansuatu persamaan
untuk meramalkan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Analisis
regresi berguna untuk meramalkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikatnya. Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana karena
untuk menjelaskan hubungan fungsional antara satu variabel bebas dengan satu
variabel terikat.
Y = a + bX
|
Keterangan:
X
= Variable independent (variabel bebas)
Y
= Variabel dependent (varibel terikat)
a
= Bilangan konstan
b =Koefisien regresi
a =
Untuk
analisis regresi ini dilakukan dengan bantuan komputer
yaitu program SPSS (statistical package for social solution) versi 16.0 for
windows.
J.
Sistematika
pembahasan
Agar
memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai pembahasan proposal skripsi ini.
Maka secara global penulis merinci dalam sistematika pembahasan ini sebagai
berikut.
BAB
I : Pendahuluan
Merupakan
gambaran yang secara umum menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian.
BAB
II :
Kajian Pustaka
Membahas mengenai
kajian pustaka yang
berhubungan dengan permasalahan
dalam penelitian yang meliputi: pertama, kajian pustaka mengenai
profesionalisme guru yang meliputi: pengertian profesionalisme guru, kompetensi
guru, dan usaha-usaha peningkatan profesionalismeguru. Kedua, kajian
pustaka mengenai bimbingan konseling yang meliputi: pengertian bimbingan
konseling, tujuan bimbingan konseling di sekolah, fungsi bimbingan konseling di
sekolah, prinsip-prinsip bimbingan konseling serta teori-teori dalam bimbingan
konseling.
BAB
III : Metode Penelitian
Berisi tentang
penjelasan mengenai serangkaian metode yang digunakan dalam penelitian yang
meliputi: lokasi penelitian, pendekatan dan jenis penelitian, data dan sumber
data, populasi dan sampel, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan
analisis data.
[4]
UUD ’45 (Amandemen ke IV), Karya Utama, Surabaya, Hal: 23
[5]
SISDIKNAS. Penerbit “Citra Umbara”, Bandung, 2003, Hal: 20-21
[6]
Fenti. Hikmawati. 2010. Bimbingan
Konseling. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Halm: 127
[7]
Bimo. Walgito. 1993. Bimbingan dan penyuluhan di sekolah edisi keempat. Andi
Offset. Yogyakarta. Halm: 29
[8] Op.cit. fenti
hikmawati. Bimbingan Konseling. Halm:
17-18
[9]
Bimo. Walgito. 1993. Bimbingan dan penyuluhan di sekolah edisi keempat. Andi
Offset. Yogyakarta. Halm: 21
[10]Ibid. Halm: 128
[11] Ibid. Halm:
133-134
[12]S. Faisal. proposal I aja1989 dan 1995. Format-Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar
Dan Aplikasinya. Rajawali Pers. Jakarta. Halm: 103
[13]
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. halm: 7
[14]
Ibid. halm: 6
[15]
Ibid. halm: 80
[16]
Ibid. halm: 81
[17]Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI) (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), hlm. 134
[18]Sugiyono, Op. Cit., hlm.
102
[23]Husaini Usman dan R. Purnomo
Setiady Akbar, Pengantar Statistika: Edisi Kedua (Jakarta: Bumi Putera,
2006), hlm. 291
Tidak ada komentar:
Posting Komentar